Opini


ADA APA  DENGAN DEFISIT APBD 2009 KABUPATEN KOLAKA?
Oleh Syahlan Launu
(Sebuah Brainstorming bagi Kabupaten Kolaka)
Mewujudkan Kabupaten Kolaka sebagai kawasan Agribisnis dan Pertambangan yang HANDAL Tahun 2010.
Visi Kabupaten Kolaka

Beberapa bulan yang lalu dan hingga bulan ini, entah itu  diskusi di warung-warung kopi, melalui media cetak dan cerita melalui komunikasi oral, masyarakat Kabupaten Kolaka di “kagetkan” dengan wacana dan Informasi yang menyatakan bahwa kabupaten Kolaka akan melalui masa-masa sulit pada tahun 2010, karena Anggaran Pendapatan Belanja_APBD mengalami deficit yang cukup fantastis sebesar 40 Milyard perhitungan 2009.  Banyak kalangan stake holders di kabupaten kolaka “mengiyakan” hal tersebut, tidak terlepas juga justifikasi dari kalangan legislative_DPRD dan eksekutif_Pemkab kolaka red, juga mengakui hal tersebut beserta dengan apologi tentunya.
Salah satu apologi yang dikedepankan oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka adalah, tidak kesesuainnya antara prediksi dan realisasi terhadap Hak dan Kewajiban salah satu perusahaan yaitu PT Ranggolawe terhadap sebuah kesepahaman dan kesepakatan tentang pengelolaan “Scrub” yang diberikan oleh PT Aneka Tambang Pomalaa kepada pemerintah Kabupaten Kolaka.  Dengan “fakta” tersebut sehingga Pemerintah kabupaten Kolaka mencanangkan “Rasionalisasi” terhadap berbagai kegiatan rutinitas serta kegiatan yang mengarah kegiatan  pelayanan public yang muaranya terasa juga terhadap berbagai sector lain, sehingga tercatat bahwa dengan “kebijakan” ini mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di kabupaten Kolaka. Namun, dengan realitas yang ada Pemerintah Kabupaten Kolaka tidak sepenuhnya juga melimpahkan penyebab  “Defisit” kepada PT Ranggolawe, karena telah mempunyai niatan untuk berinvestasi di kabupaten kolaka, tentunya juga beberapa Perusahaan lainnya misalnya PT Damai Jaya Lestari yang bergerak di sector perkebunan. 
Apabila merujuk terhadap Visi kabupaten Kolaka yang menjadikan sector pertambangan dan Agribisnis sebagai konsentrasi pencapaiannya dan menopang keberlangsungan sebagai daerah yang otonom mandiri di era otonomi daerah saat ini, menjadi sebuah Ironi, dengan fakta yang ada bahwa untuk sekarang Kabupaten kolaka telah mengeluarkan lebih kurang 30 Kuasa penambangan _KP kepada berbagai Perusahaan serta beroperasinya dunia Raksasa Perusahaan Tambang Yaitu PT Aneka Tambang dan PT INCO Tbk, walaupun berbagai informasi bahwa PT INCO Tbk telah melepas (Normalisasi) 6000 Hektar lahannya yang masuk dalam Kontrak Karya dan terletak di Blok Lapao-pao. Serta beberapa Perusahaan pemilik KP yang telah melakukan Kegiatan Produksi..
Peran Pemerintah kabupaten Kolaka
Banyak kalangan yang menilai bahwa terjadinya “Musibah Defisit” yang terjadi di kabupaten Kolaka, adalah karena “serampangannya” pemerintah Kabupaten Kolaka mengeluarkan Izin Usaha penambangan_IUP sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (MINERBA).  Dengan tidak di ikuti dengan regulasi yang dapat menghasilkan defisa untuk Kabupaten kolaka.  Tercatat sepanjang Tahun 2009 telah 30 Perusahaan hingga tahun 2009  yang telah diberikan Izin Usaha Penambangan Eksplorasi meliputi kegiatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi dan Study Kelayakan.  Hal ini diperlukan penanganan tersendiri dan komprensif  dengan melakukan kegiatan “Morotarium” untuk tahun 2010, Pertama; Re-evaluasi terhadap Kebijakan Kuasa Penambangan (KP) yang telah ada, Karena dalam Undang-undang Minerba mensyaratkan bahwa durasi waktu atau tahapan Izin Usaha Pertambangan terbagi dalam 2 Jenis Yaitu; Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksploirasi yang meliputi kegiatan Penyelidikan Umum, Eksploirasi dan Study kelayakan. Dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan Penjualan. Dengan durasi waktu selama 3 Tahun bagi Perusahaan_pemilik KP untuk untuk dilakukan evaluasi terhadap berbagai kewajiban-kewajibannya yang menjadi hak bagi Pemerintah kabupaten Kolaka. Kedua: Re-konstruksi terhadap Kesepahaman_Perjanjian yang telah dilakukan dengan Pemilik Kuasa Pertambangan, sebagai sample bahwa ada daerah yang menerapkan system kepedulian_sensitifitas bagi perusahaan dengan meminta dan mendorong bagi perusahaan_pemilik KP sebelum berinvestasi apakah itu memegang IUP Ekporasi diwajibkan untuk membangun kantor yang repsentatif, bukan hanya sekedar kantor kontrakan.  Ini akan menjadi semacam ikatan emosional antara pemilik KP dan Kabupaten Kolaka.  Ketiga: Re-duksi legal standing dari daerah lain yang telah berhasil menerapkan kolaborasi dan kemitraan tri partit antara, Pemerintah, legislative dan dunia usaha. Keempat; Re-Manajemen terhadap cash flow_aliran dana, yang telah diberikan oleh pemilik KP kepada Pemerintah Kabupaten Kolaka yang diperlukan pengawasan yang sangat selektif, sebuah informasi dari pihak Perusahaan Tambang_KP telah menyetorkan kewajibannya, namun, faktanya hanya sebagian saja yang tercatat dalam system akuntansi daerah.  Yang kacaunya lagi ketika apologi pemilik KP mengutarakan bahwa kewajiban mereka telah di setorkan kepada pihak-pihak yang sifatnya personal, hal ini juga akan mengakibatkan bahwa setoran ini sifatnya”gratifikasi”, sehingga kesepahaman secara institusi Pemerintah Kabupaten Kolaka dan corporet_perusahaan perlu di evaluasi kembali, untuk tidak terjadinya hal-hal tidak dinginkan.
Peran Legislatif (DPRD Kabupaten Kolaka)
Sebuah primordialisme yang banyak terjadi di kalangan legislative_DPRD Kolaka adalah, keseringannya hanya mengkritisi sebuah kebijakan yang dilakukan oleh eksekutif_Pemerintah Kabupaten Kolaka, ini menjadi jamak karena dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota mensyaratkan bahwa salah satu fungsi dan peran mereka adalah fungsi controlling_pengawasan. Secara konstruksi konstitusi kita bernegara memang hal ini menjadi sangat lumrah, Namun jika realitasnya adalah bagaimana melakukan “recovery” terhadap musibah deficit APBD yang terjadi, maka di butuhkan sebuah kesepahaman yang menyeluruh dari komponen daerah ini sebagai sebuah kerangka “Kolaka Incorporetet”.
Banyak kalangan menilai bahwa “Musibah deficit APBD” Kabupaten Kolaka, disebabkan oleh tidak adanya regulasi yang mengatur tentang berbagai sumbangan atau apalah namanya, dalam bentuk sebuah dokumen daerah _Perda dan Keputusan serta Peraturan Bupati Kolaka.  Jika merujuk terhadap UU 27 Tahun 2009, maka Hak dan Imunitas tentang hal tersebut melekat di legislative_DPRD Kolaka, yaitu “hak Menyatakan Pendapat” untuk merancang dan menilai  berbagai aturan_perda, jangan hanya dimulai oleh dari eksekutif_pemda Kolaka.  Artinya paradigma yang ada sekarang harus di rubah, tentunya dengan sikap kearifan dan kebijaksanaan secara institusi DPRD Kolaka, untuk memulainya.
Realitas sekarang dengan adanya”musibah deficit APBD” kabupaten Kolaka, para anggota legislative_DPRD Kolaka hanya berlomba-lomba untuk membuat pernyataan_statment di media tentang kejadian ini, hal ini harus dibarengi dengan rencana tindak lanjut dan memberikan solusi untuk mengatasinya.  Karena walaupun bagaimana aprouch keterwakilan yang menjadi rujukan untuk kesejatraan masyarakat Kabupaten Kolaka menjadi sebuah “kemutlakan” sebagai tanggung jawab moral yang telah diberikan oleh masyarakat Kabupaten Kolaka pada pemilu Tahun 2009.
Peran Dunia Usaha_Pemilik Kuasa Penambangan
Menurut data dan Informasi yang ada bahwa Kabupaten Kolaka telah mengeluarkan Izin Usaha pertambangan _KP sebanyak 30 kepada Badan Usaha, dengan 9 Perusahaan yang telah menjalankan aktifitasnya_ melakukan operasi, meliputi kegiatan penambangan, pengolahan, pengangkutan dan penjualan.  Diantara badan Usaha tersebut baru PT Ranggolawe (Pengangkutan dan Penjualan Schrub), dan Perusahaan Daerah (Perusda Aneka Usaha) Pembentukan Perda Nomor 5 Tahun 1976.  yang baru tercacat menyetorkan kewajibannya ke Rekening Daerah Kabupaten Kolaka dengan kualifikasi sebagai berikut :  PT Ranggolawe Perkasa sebesar 11 milyard dari 40 Milyard sesuai dengan kesepahaman_MUo dengan Pemerintah Kabupaten Kolaka.  Tersisa_terutang 29 Milyard,  Perusda Kabupaten Kolaka baru menyetor ke Pemda kolaka sebesar 2,7 Milyard (dilansir Media, selasa 4 Mei 2010)
Jika rujukannya adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan batubara, maka dengan beroperasinya 9 Perusahaan Tambang ini di kabupaten Kolaka, menjadi sebuah hal yang sangat ”spektakuler”, karena dalam legal standing ini di jelaskan bahwa Tahapan IUP ekspliorasi ke IUP Operasi Produksi durasi waktunya adalah 3 tahun.  Ini menjadikan berbagai spekulasi berkembang dan menjadi sebuah presedent buruk, karena di analogikan bahwa “ibarat Tikus mati di dalam lumbung padi”, Kabupaten kolaka yang kaya akan sumber daya alam_tambang, koq ternyata bisa deficit APBD.
Tentunya peran 9 Perusahaan yang telah melakukan operasi sangat di butuhkan dalam rangka mengatasi “Musibah Defisit APBD 2009” yang terjadi dengan solusi sebagai berikut; Pertama; Menjalankan dan Menunaikan kewajibannya secara proporsi dan terarah kepada Pemerintah Kabupaten Kolaka.  Kedua; Penyetoran Dana hendaknya diberikan langsung ke Rekening daerah kolaka, dan jangan diberikan kepada pihak lain yang tidak berhak, apalagi sifatnya personal, karena hal ini akan menjadikan modus “gratifikasi”.  Ketiga.  Menjadikan dan memberdayakan masyarakat local sebagai potensi yang mendukung keberlangsungan usahanya.  Keempat;  Mentaati norma dan aturan yang berlaku secara profesional, serta konsisten terhadap sebuah kesepahaman_perjanjian yang telah dilakukan.
Menyadari bahwa untuk mewujudkan dan mengatasi “Musibah Sistemik” ini menjadi sebuah tanggung jawab kita semua, dengan harapan bahwa kesejateraan masyarakat Kabupaten Kolaka menjadi sebuah harga mati yang menjadi sebuah Niatan luhur kita mewujudkan komitmen ke-kolakaan, Tulisan ini tidak ada niatan untuk menggurui kepada pemanggu kebijakan di Kabupaten Kolaka ataupun seakan-akan cerdas dalam hal ini, tapi ini merupakan sebuah perwujudan kepedulian dan curah pendapat kami sebagai komponen warga masyarakat kabupaten kolaka.  Semoga cita-cita dan obsesi “Kolaka Emas” dapat kita wujudkan secara bersama di tanah “Wonua Sorume Mekongga”.Insya Allah.
Kolaka, 4 Mei 2010.
Penulis adalah Wakil Ketua Komisi Kesehatan dan Lingkungan Hidup DPK KNPI Kolaka
CEO pada LSM Yayasan Fiskal Sultra