Selasa, 26 April 2011

Jurnalistik Media Online


Jurnalistik Media Online
(Bahan Kuliah Media Jurnalistik)

Oleh : Ridwan Demmatadju
Pendahuluan
Disamping media komunikasi yang telah terlebih dahulu akrab dan diterima khalayak seperti media cetak dan media elektronik, media online kini telah menjadi salah satu media komunikasi yang mulai mendapat banyak perhatian dari masyarakat. Keberadaanya juga mulai menjadi favorit bagi seluruh lapisan masyarakat.

Online adalah istilah bahasa dalam internet yang artinya sebuah informasi yang dapat diakses dimana saja selama ada jaringan internet. Oleh sebab itu jurnalisme online adalah perubahan baru dalam ilmu jurnalistik. Media online menyajikan informasi cepat dan mudah diakses dimana saja.

Media online (online media) juga berarti media massa yang tersaji secara online di situs web (website) internet. Media online adalah media massa ”generasi ketiga” setelah media cetak (printed media) –koran, tabloid, majalah, buku– dan media elektronik (electronic media) –radio, televisi, dan film/video. Media Online merupakan produk jurnalistik online. Jurnalistik online –disebut juga cyber journalisme– didefinisikan sebagai “pelaporan fakta atau peristiwa yang diproduksi dan didistribusikan melalui internet”.

Secara teknis atau ”fisik”, media online adalah media berbasis telekomunikasi dan multimedia (komputer dan internet). Termasuk kategori media online adalah portal, website, radio online, TV online (streaming), dan email.

Cyberjournalism juga lazim dikenal dengan nama online journalism dan berbagai ragam jurnalisme "masa kini" meramaikan pasar media massa abad ini. Pesatnya perkembangan teknologi, terutama teknologi komunikasi elektronik, membuka peluang jejaring komunikasi yang semakin asyik dan semakin personal, dengan perangkat yang semakin ringkas dan bermobilitas tinggi. Jurnalisme ini mengandalkan teknologi Internet sebagai sarana sebarannya. cyber journalism juga berlandaskan cara kerja dan teknik serta etika yang pada dasarnya berasal dari jurnalisme cetak dan jurnalisme pendahulunya, seperti radio dan televisi atau jurnalisme media siaran (jurnalisme siaran).

1. Sejarah Internet Indonesia/Media Online

Media Online di Indonesia kebanyakan lahir pada saat jatuh-nya pemerintahan Suharto di tahun 1998, dimana alternatif media dan breaking news menjadi komoditi yang di cari banyak pembaca.

Dari situlah kemudian tercetus keinginan membentuk detikcom yang update-nya tidak lagi menggunakan karakteristik media cetak yang harian, mingguan, bulanan. Yang dijual detikcom adalah breaking news. Dengan bertumpu pada tampilan apa adanya detikcom melesat sebagai situs informasi digital paling populer di kalangan pengguna internet Indonesia.
detikcom Media Online Pertama
Detikcom barangkali merupakan media online Indonesia yang pertama yang di garap secara serius. Tidak heran karena pendirinya kebanyakan dari media, Budiono Darsono (eks wartawan Detik), Yayan Sopyan (eks wartawan Detik), Abdul Rahman (mantan wartawan w:Tempo), dan Didi Nugraha. Server detikcom sebetulnya sudah siap diakses pada 30 Mei 1998, namun mulai online dengan sajian lengkap pada 9 Juli 1998. Jadi tanggal 9 Juli ditetapkan sebagai hari lahir Detikcom.

Masa awal detikcom lebih banyak terfokus pada berita politik, ekonomi, dan teknologi informasi. Baru setelah situasi politik mulai reda dan ekonomi mulai membaik, detikcom memutuskan untuk juga melampirkan berita hiburan, dan olahraga.

Media online detik,com di Indonesia yang telah sukses menyajikan ragam berita, selain itu kantor berita Nasional Antara juga menggunakan teknologi internet. Seiring berjalannya waktu, media online mulai bermunculan seperti astaga.com, satunet.com, suratkabar.com, berpolitik.com, dan ok-zone.com. dengan lahirnya media online maka media cetakpun tidak mau kalah, dengan dua penyajian media cetak dan media online seperti kompas.com, temporaktif.com, republika.com, pikiran-rakyat.com, klik-galamedia.com. dan masih banyak lagi. Itu adalah langkah baru berkembangnya teknologi yang telah melahirkan jurnalisme online.

2. Karakteristik Media Online
Beberapa karakteristik dari media online dibandingkan ”media konvensional” (cetak/elektronik) adalah sebagai berikut:
a. Sifatnya yang real time. Berita, kisah-kisah, peristiwa-peristiwa, bisa langsung dipublikasikan pada saat kejadian sedang berlangsung. Ini barangkali tidak terlalu baru untuk jenis media tradisional lain seperti TV, radio, atau telegraf.
b. Dari sisi penerbit, mekanisme publikasi real time itu lebih leluasa tanpa dikerangkengi oleh periodisasi maupun jadwal penerbitan atau siaran: kapan saja dan dimana saja selama dia terhubung ke jaringan Internet maka penerbit mampu mempublikasikan berita, peristiwa, kisah-kisah saat itu juga. Inilah yang memungkinkan para pengguna/pembaca untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan sebuah peristiwa dengan lebih sering dan terbaru.
c. Menyertakan unsur-unsur multimedia adalah karakteristik lain jurnalisme online, yang membuat jurnalisme ini mampu menyajikan bentuk dan isi publikasi yang lebih kaya ketimbang jurnalisme di media tradisional. Karakteristik ini, terutama sekali, berlangsung pada jurnalisme yang berjalan di atas web.
d. Bersifat interaktif. Dengan memanfaatkan hyperlink yang terdapat pada web, karya-karya jurnalisme online dapat menyajikan informasi yang terhubung dengan sumber-sumber lain. Ini berarti, pengguna/pembaca dapat menikmati informasi secara efisien dan efektif namun tetap terjaga dan didorong untuk mendapatkan pendalaman dan titik pandang yang lebih luas -bahkan sama sekali berbeda.
e. Tidak membutuhkan organisasi resmi berikut legal formalnya sebagai lembaga pers. Bahkan dalam konteks tertentu organisasi tersebut dapat dihilangkan.

3. Kelebihan dan Kekurangan Media Online
Keunggulan media online dibandingkan media konvensional (cetak/elektronok) antara lain:
1. Kapasitas luas –halaman web bisa menampung naskah sangat panjang
2. Pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan di mana saja.
3. Jadwal terbit bisa kapan saja bisa, setiap saat.
4. Cepat, begitu di-upload langsung bisa diakses semua orang.
5. Menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet.
6. Aktual, berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan penyajian.
7. Update, pembaruan informasi terus dan dapat dilakukan kapan saja.
8. Interaktif, dua arah, dan ”egaliter” dengan adanya fasilitas kolom komentar, chat room, polling, dsb.
9. Terdokumentasi, informasi tersimpan di ”bank data” (arsip) dan dapat ditemukan melalui ”link”, ”artikel terkait”, dan fasilitas ”cari” (search).
10. Terhubung dengan sumber lain (hyperlink) yang berkaitan dengan informasi tersaji.
Kekurangan Media Online:
1. Tidak ada ukuran pasti tentang siapa penerbit berita online, sehingga dapat diklaim oleh beberapa pihak.
2. Adanya kecenderungan mudah lelah saat membaca sajian di berita-berita online yang panjang.
3. Tidak selalu tepat, karena mengutamakan kecepatan berita yang dimuat di media online biasanya tidak seakurat media lainnya.
4. Banyak terjadi kesalahan penulisan yang dikarenakan ketergesa-gesaan dalam proses penulisan.
5. Berpotensi mengakibatkan cyber crime (kejahatan dunia maya) seperti pencuikan, penipuan, dan berbagai tindak criminal lainnya.
6. Menurunnya minat baca di perpustakaan akibat lebih praktisnya media online.
7. Meningkatkan plagiat akibat mudah dicurinya karya-karya yang tersaji di media online.

4. Kode Etik Media Online
Nicholas Johnson mantan Komisioner Komisi Komunikasi Amerika Serikat (AS) dan penulis buku How to Talk Back to Your Television Set yang juga Dosen Ilmu Hukum di Iowa College of Law (AS), memberikan catatan hal-hal mendasar tentang kode etik dalam penulisan jurnalistik online :
1. Dilarang menyerang kepentingan individu, pencemaran nama baik, pembunuhan karakter/reputasi seseorang.
2. Dilarang menyebarkan kebencian, rasialis, dan mempertentangkan ajaran agama.
3. Larangan menyebarkan hal-hal tidak bermoral, mengabaikan kaidah kepatutan menyangkut seksual yang menyinggung perasaan umum, dan perundungan seksual terhadap anak-anak.
4. Dilarang menerapkan kecurangan dan tidak jujur, termasuk menyampaikan promosi/iklan palsu.
5. Larangan melanggar dan mengabaikan hak cipta (copyright) dan Hak Atas Karya Intelektual (HAKI, atau Intelectual Property Right/IPR).

Sementara itu, Cuny Graduate School of Journalism yang didukung Knight Foundation melalui halamannya di http://www.kcnn.org mencatat 10 langkah utama bagi cyberjournalist –termasuk kalangan citizen journalist dan blogger-- supaya terhindar dari masalah hukum, yakni:
a. Periksa dan periksa ulang fakta,
b. Jangan gunakan informasi tanpa sumber yang jelas.
c. Perhatikan kaidah hukum
d. Pertimbangkan setiap pendapat,
e. Utarakan rahasia secara selektif,
f. Hati-hati terhadap apa yang diutarakan,
g. Pelajari batas daya ingat,
h. Jangan lakukan pelecehan,
i. Hindari konflik kepentingan,
j. Peduli nasehat hukum.

5. Bahasa Penulisan Media Online
Sebagai media massa, media internet (harus) menggunakan kaidah-kaidah jurnalistik dalam sistem kerja mereka, termasuk dalam penggunaan bahasa jurnalistik dan kaidah bahasa Indonesia.
Tidak ada perbedaan antara bahasa jurnalistik cetak dan jurnalistik internet karena sama-sama “komunikasi tulisan” atau “bahasa tulis”.
Dengan demikian, karakteristik dan prinsip penulisan bahasa jurnalistik cetak (suratkabar, majalah, buletin, dan lain-lain), antara lain hemat kata, ringkas, padat, jelas, logis, kalimatnya pendek-pendek, sederhana dan mudah dipahami, juga berlaku di media internet. Perbedaannya hanyalah soal tampilan atau mediumnya. Jurnalistik atau media internet bersifat virtual sedangkan sajian jurnalistik/media cetak itu tercetak (printed media).

Informal dan interaktif. Itulah ciri khas tulisan di website atau media online. “Penulis online dapat berkomunikasi dengan pembaca mereka dalam bentuk yang lebih variatif dari tulisan tradisional,” kata Robert Niles dalam artikelnya, ”How to write for the Web”, di situs The Online Journalism Review (ojr.org).
”Gaya tulisan demikian akan membuat pembaca Anda merasa nyaman membaca kata-kata Anda,”kata Niles. ”Seperti yang mereka rasakan ketika berbicara dengan seorang teman dekat.” Nile memberi resep buat para blogger. Katanya, tuliskan di blog Anda yang Anda ketahui, termasuk pengalaman. “Bila Anda tidak tahu sesuatu, jangan takut mengakuinya. “Blogger hebat memandang posting mereka sebagai komentar pertama dalam sebuah percakapan, bukan kata akhir sebuah topik pembicaraan.”
Secara umum, berikut ini resep Niles tentang cara menulis yang baik di website:
• Short –ringkas, the shorter the better.
• Active voice –gunakan kalimat aktif.
• Strong verbs –pilih kata kerja yang kuat.
• Contextual hyperlinking –lengkapi dengan tautan informasi terkait; memungkinkan pembaca memperkaya pengetahuan dan informasi pendukung.
• Use formatting –gunakan variasi tampilan huru atau kalimat, misalnya dengan menggunakan daftar (list), header tebal, dan kutipan (blockquotes).
• Easy to read – mudah dibaca; jangan ada blok teks/alinea yang lebih dari lima baris.
Source: http://www.romeltea.com/category/bahasa-jurnalistik/

TIDAK MUDAH MENJADI KEPALA DESA PONRE WARU

TIDAK MUDAH MENJADI KEPALA DESA PONRE WARU
Ada yang unik terkait dengan SUKSESI KEPEMIMPINAN di Desa Ponre Waru. Pada dua periode belakangan ini (2005-2011 dan 2011-2017), pendaftaran Calon Kepala Desa berturut-turut mendapat perpanjangan waktu dikarenakan hanya satu kandidat yang mendaftar. Pada akhirnya BPD harus mengangkat seorang lagi “Calon Bayangan” untuk memenuhi syarat pelaksanaan Pilkades yang mengharuskan minimal 2 orang kandidat. Padahal, jika kita bandingkan dengan desa-desa lain, kita dapat melihat betapa antusiasnya warga mereka dalam berkompetisi pilkades. Umumnya kandidat yang maju bertarung tidak kurang dari 3 sampai 5 orang, lengkap dengan segala intrik pemenangan (termasuk money politic) yang tak kalah seru dengan pemilihan Bupati atau Pemilihan Gubernur.
Sekilas mungkin kita bisa syukuri keadaan ini, mungkin inilah hikmah dari faham persatuan yang selama ini kita junjung tinggi. Tapi apakah hal ini bisa disebut aklamasi, dalam arti masyarakat secara serempak dan mayoritas telah menetapkan seorang figure tertentu untuk menjadi pemimpinnya? Ternyata faktanya tidaklah demikian. Survey lokal –meski tidak seilmiah dengan metode LSI- menunjukkan bahwa setidaknya ada 2 atau 3 orang figure yang diidolakan warga untuk menjadi pemimpinnya, masing-masing dengan tingkatan popularitas dan elektabilitas (keterpilihan) yang dimilikinya. Pertanyaannya, Ada apa dengan kondisi UNIK tersebut diatas?
Secara garis besar, ada beberapa factor yang mempengaruhi, antara lain: Pertama, mental masyarakat kita memang belum mental “petarung”. Latar belakang sosial ekonomi kita yang mayoritas hidup sebagai petani ini mungkin menjadi pemicu dominan keadaan fsikologis tersebut. Jadi, bukan persoalan mau atau tidak mau, tetapi lebih pada ketidaksiapan mental kita untuk menerima segala resiko social yang akan muncul sebagai konsekwensi logis dari peristwa politik pilkades yang terjadi. Kedua, Ponrewaru dengan sejarah migrasinya dari selatan ketenggara yang sama-sama telah kita fahami itu ternyata masih menyimpan persepsi bahwa kepemimpinan ponrewaru hanya layak di jabat oleh trah ini atau itu. Persepsi ini tidaklah sepenuhnya keliru, tetapi kalau kemudian factor “kesejarahan” itu menjadi penghalang bagi peluang aktualisasi potensi dari orang-orang diluar trah ini dan itu tadi, tentu kedepan akan menjadi preseden buruk bagi tumbuhnya regenerasi kepemimpinan yang sehat ditengah-tengah masyarakat. Ketiga, Adanya sekelompok elit desa yang merupakan kausalitas dari factor pertama dan kedua tersebut diatas. Mereka ini secara alamiah memiliki ketokohan serta posisi-posisi penting baik dilembaga formal maupun pada lembaga-lembaga non formal desa yang langsung atau tidak langsung sangat berpangaruh pada keputusan-keputusan politik desa. Kelompok ini hampir bisa disebut kelompok pro statusquo atau kelompok yang selalu ingin mempertahankan kemapanan. Meski demikian, bukan berarti mereka sepenuhnya pendukung pemerintah (Incumbent). Intinya, mereka sangat menghindari resiko-resiko yang akan muncul sebagai akibat dari upaya perubahan. Atas nama persatuan, demi stabilitas politik alias pengamanan diri masing-masing, persoalan benar-salah boleh menjadi urutan kesekian. Kira-kira begitulah deskripsinya. Pada tingkat pemikiran yang kritis, menurut hemat saya, factor kelompok elit desa inilah yang paling bertanggungjawab terhadap apapun kondisi ke-kini-an dan ke-esok-an Ponre Waru.
Lantas, apa dan bagaimana seharusnya menyikapi dinamika ponrewaru yang terus bergerak dan berkembang ini?
memasuki tahun ke-40 usia ke-ponrewaru-an kita semua, maka sudah tentu, sudah seharusnya, kampung Ponrewaru kita ini tidak lagi sekadar difahami sebagai sebuah institusi tradisional yang hanya dibingkai oleh tradisi kekeluargaan-isme semata. Kampung ponrewaru mau tak mau telah menjadi bahagian dari birokrasi negara modern, dimana pemerintah desa tidak cukup hanya memainkan legitimasi simbolik dan sosial, tetapi juga harus membangun legitimasi yang lahir dari dimensi kinerja politik dan kinerja ekonomi serta “nilai” yang telah menjadi konsensus umum keponrean kita.
Dalam konteks menghadapi Suksesi Kepemimpinan desa kita ini, dan oleh karena prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu (1) Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat belum berhasil diterapkan secara baik pada periode sebelumnya, maka marilah kita bangun komitmen bersama bahwa, kedepan, adalah tugas kita bersama, khususnya siapapun saudara kita dari dua kandidat yang nanti akan terpilih menjadi kepala desa, untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar pemerintahan yang baik itu secara sungguh-sungguh.

1. AKUNTABILITAS
Akuntabiltas yang dimaksudkan disini adalah penyelenggaraan penghitungan (account) terhadap sumber daya atau kewenangan yang digunakan. Secara gampang, pemerintah desa disebut akuntabel bila menjalankan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan visi awal yang telah dicanangkan dan disepakti oleh masyarakat, tidak melakukan penyimpangan, tidak memanfaatkan potensi-potensi desa untuk kekayaan pribadi, dan seterusnya. Dalam perspektif ini, Pemerintah sebagai pihak yang diberikan amanah oleh rakyat harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas tugas yang dipercayakan kepadanya dengan sejujur-jujurnya. BPD secara khusus adalah aktor utama yang berkewajiban melakukan kontrol dalam upaya mewujudkan akuntabilitas pemerintah desa, bukan sekedar menjadi stempel kepala desa. Dalam melakukan kontrol kebijakan dan keuangan, BPD mempunyai kewenangan dan hak untuk menyatakan pendapat, dengar pendapat, bertanya, dan memanggil kepala desa. Ketika ruang BPD ini dimainkan dengan baik secara institusional, maka badan perwakilan masyarakat itu notabene akan memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap akuntabilitas pemerintah desa. Sebaliknya, kepala desa wajib menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) tidak hanya kepada BPD, melainkan juga kepada masyarakat.

2. TRANSPARANSI
Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap setiap informasi mengenai kebijakan, keuangan dan pelayanan. Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus informasi yang disediakan untuk dipahami serta dapat dipantau atau menerima umpan balik dari masyarakat. Ketika kepala desa berdiri dimimbar jum’at misalnya, momen itu sebaiknya tidak hanya dijadikan sebagai arena “kuliah umum” mengenai kemuliaan persatuan atau sekedar ajang pendelegasian tugas gotong royong. Alangkah bagusnya jika momen seperti itu sesekali digunakan juga untuk menyampaikan laporan keuangan desa kepada warga, misalnya laporan realisasi Anggaran Penerimaan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2010 atau laporan keuangan mengenai proyek sarana infrastruktur desa, dan seterusnya. Kita harus berani membangun budaya transparansi seperti itu, sebab spirit partisipasi swadaya masyarakat terhadap program-program desa sangat tergantung pada tingkat kepercayaan masyarakat kepada pejabat pemerintahnya. Ketika transparansi tidak dilakukan lalu muncul suara-suara sumbang bahkan mungkin saja gejolak ditengah masyarakat, maka itulah konsekwensi yang harus diterima.

3. PARTISIPASI
Partisipasi merupakan hak politik yang melekat pada warga sebagaimana hak politik lainnya. Karena melekat, maka hak ini tidak hilang ketika ia memberikan mandat pada orang untuk duduk pada BPD atau pemerintah desa. Pemberian mandat bersifat parsial, yaitu mendudukan wakilnya untuk membahas dan memutuskan urusan publik di lembaga formal pemerintahan. Sedangkan hak politik tetap melekat pada setiap individu yang bersangkutan. Untuk itu, adalah hak setiap warga untuk terus menerus mengawasi lembaga perwakilan dan pemerintahan agar bekerja sesuai dengan mandat yang diberikan. Partisipasi harus memungkinkan warga terlibat secara sistemik dan terus menerus dalam pengambilan keputusan publik. Secara substantif, partisipasi mencakup tiga hal. Pertama, voice (suara): setiap warga mempunyai hak dan ruang untuk menyampaikan suaranya dalam proses pemerintahan. Pemerintah, sebaliknya, mengakomodasi setiap suara yang berkembang dalam masyarakat yang kemudian dijadikan sebagai basis pembuatan keputusan. Kedua, akses, yaitu setiap warga mempunyai kesempatan untuk mengakses atau mempengaruhi pembuatan kebijakan, termasuk akses dalam layanan publik. Ketiga, kontrol, yaitu setiap warga atau elemen-elemen masyarakat mempunyai kesempatan dan hak untuk melakukan pengawasan (kontrol) terhadap jalannya pemerintahan maupun pengelolaan kebijakan dan keuangan pemerintah.

Selain dari 3 prinsip dasar Good Governance tersebut diatas, kepekaan responsivitas atau daya tanggap pemerintah desa juga sangat dibutuhkan. Responsif berarti melakukan artikulasi terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat, yang kemudian mengolahnya menjadi prioritas kebutuhan dan memformulasikannya menjadi kebijakan desa (perdes). Kebiasaan pemerintah desa yang mengambil kebijakan berdasarkan preferensi segelintir elite atau hanya bersandar pada keinginan kepala desa sendiri, harus kita rubah. Kita harus selalu duduk bersama, mengkaji dan berdiskusi. Apakah betul misalnya, pembangunan prasarana fisik desa -yang selama ini menjadi tolak ukur penilaian kita terhadap sukses tidaknya seorang kepala desa- merupakan kebutuhan mendesak (prioritas) seluruh warga masyarakat? Apakah keadaan kesejahteraan masyarakat kita semakin membaik dari tahun ketahun, atau tidak? Bagaimana dengan moralitas atau icon religious yang selama ini kerap membuat kita bangga dan merasa bebeda dengan komunitas lain?

Wal akhir, memang TIDAK MUDAH MENJADI KEPALA DESA PONRE WARU. Sebab selain hal-hal penting yang sudah kita urai diatas tadi, ada satu hal lagi yang tak kalah pentingnya yang harus terus dijaga, yaitu AKHLAK . Apa boleh buat, desa tercinta kita ini, -yang dengan latar belakang dan sejarahnya tersendiri- terlanjur telah menyandang predikat sebagai desa dengan masyarakatnya yang ISLAMI.

Karena itu, bagi saudaraku para kandidat kepala desa, pergi dan temuilah masyarakatmu, hiduplah dan tinggallah bersama mereka, cintai dan berkaryalah bersama mereka. Mulailah dari apa yang telah mereka miliki, buat rencana lalu bangunlah rencana itu dari apa yang mereka ketahui, sampai akhirnya, ketika pekerjaan usai, mereka akan berkata: “Ini Baru Kepala Desa” bukan “Ini Kepala Desa Baru” !!.

Dengan penuh kerendahan hati, saya memohon maaf jika ada kata yang tidak berkenan di hati pembaca. Wassalam!!

Rabu, 20 April 2011

MASYARAKAT DESA LAMBANDIA SIAP MENJADI DESA KAKAO MODEL MENUJU KOLAKA EMAS

Catatan Lepas dari Reser DPRD Kolaka
Ada hal berbeda dari reses DPRD Kabupaten Kolaka masa Sidang I Tahun 2011 ini. Jika tahun-tahun sebelumnya kegiatan reses hanya dilaksanakan di ibu kota Kecamatan yang dihadiri para kepala Desa, penyerapan Aspirasi kali ini dilakukan kedesa-desa dengan mengadakan tatap muka dan dialog secara langsung bersama warga setempat seperti yang terjadi di Balai Desa Lambandia, Jumat (15/4) siang. Hadir dalam pertemuan ini berbagai lapisan masyarakat yang berada di Desa Lambandia termasuk para pengurus dan anggota kelompok tani serta para tokoh masyarakat setempat. Adapun anggota Dewan yang hadir ialah Suardi Pato (Praksi Penegak Hanura) dari Komisi I dan Sudirman, SH (Fraksi Demokrat), Komisi III.
Dalam serap aspirasi ini respon masyarakat cukup antusias. Hal ini terlihat saat sesi tanya jawab dan serap aspirasi yang dimoderatori oleh sekdes Lambandia sendiri. Begitu masuk pada sesion dialog, tanpa diperintah warga langsung beramai-ramai mengacungkan jari, tanda ingin menyampaikan uneg-uneg-nya. “Saya berharap anggota Dewan yang ada di sini bisa member solusi pada kami terkait dengan banyaknya perusahaan kakao yang masuk mengimi-imingi harga permentasi yang tinggi tapi begitu kami melakukan permentasi, kakao kami malah dibeli dengan harga asalan. Akibatnya, sekarang petani tidak mau lagi melakukan permentasi,” Keluhan Tamrin, ketua Gabungan Kelompok Tani Lambandia. Tak hanya soal kakao, beberapa masalah seperti pelayanan prona (sertifikat tanah), rumitnya pengurusan KUR, kebutuhan Drayer (alat pengering) bagi petani pada saat hujan serta minimnya pembinaan koperasi dari instansi terkait, tak luput dari sorotan warga.
Menanggapi hal itu, Sudirman menegaskan, bahwa perusahaan manapun yang masuk kewilayah Lambandia, harus membuat MOU yang jelas bagi petani, sehingga bilamana terjadi permasalahan dikemudian hari, ada dasar hukum untuk memprosesnya secara hukum. Begitupun masalah Prona, masalah KUR dan kelompok tani, kedua anggota dewan itu berjanji akan mengkomunikasikan dengan dinas terkait.
Hal yang cukup menarik juga dalam kesempatan ini adalah munculnya gagasan untuk menjadikan desa Lambandia sebagai Desa Kakao Model. Sebetulya banyak usaha telah dilakukan pemerintah, terutama pada aspek teknis, baik melalui dinas perkebunan maupun oleh pihak swasta termasuk NGO luar negeri. Meski begitu, kebanyakan usaha tersebut bersipat proyek yang temporer, sehingga manakala proyek tersebut berakhir maka petani pun kembali pada pola lama mereka. Koreksi yang bisa kita petik dalam hal ini adalah pentingnya sebuah model pembinaan yang berkesinambungan dalam arti semua upaya-upaya perbaikan kualitas dan kuantitas kakao yang dilakukan oleh pemerintah maupun stake holder kakao lainnya, dapat diintegrasikan secara focus, menyeluruh dan berkelanjutan sampai benar-benar membuahkan hasil yang diinginkan. Model ini tentu harus dipusatkan dulu
perhatiannya pada satu wilayah tertentu untuk selanjutnya menjadi referensi bagi daerah-daerah lain. Dikabupaten kolaka, hal tersebut dapat dimulai oleh Pemda dengan menetapkan salah satu Desa di Kecamatan Lambandia ini sebagai desa Kakao model. Saya melihat masyarakat Desa Lambandia ini cukup siap untuk maksud tersebut. Demikian, gagasan Ihwan Kadir, salah satu peserta pada pertemuan tersebut yang juga adalah pendamping program kemitraan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember dengan Gabungan kelompok Tani (Gapoktan) Lambandia.
Terkait dengan gagasan tersebut Suardi Pato langsung menanggapi dengan serius. “Dari beberapa desa yang kami kunjungi dalam beberapa hari ini, hampir semua keluhan masyarakat berhubungan dengan masalah kakao. Memang problem petani kakao ini tidak bisa lepas dari tanggung jawab pemerintah. Ini adalah persoalan langsung yang dialami masyarakat. Saya sangat setuju dengan ide Desa Kakao Model, sebab dari metode seperti itu kita bisa berharap kelak akan ada solusi bagi para petani kakao. Aspirasi seperti inilah yang diinginkan oleh Visi Kolaka Emas dan insya Allah saya sendiri yang akan menyampaikan langsung kepada Bupati”. Tegas legislator yang juga mantan petani dan Kepala Desa ini, disambut tepuk tangan seluruh hadirin.
Sebelum acara dialog ditutup oleh moderator, Sudirman mengajukan pertanyaan kepada peserta: Sebelum kita tutup acara ini, saya ingin mempertegas sekali lagi; Siapkah masyarakat Desa Lambandia manakala Desa lambandia dijadikan Desa Kakao Model? Dengan serempak masyarakat pun menjawab, Siap !!!.